rel='shortcut icon'/> aryudiwai mind: 90-Minutes HEROES

Desember 30, 2010

90-Minutes HEROES

Posted by aryudiwai at 12.48
Istilah ini  untuk menjelaskan bagaimana simbol-simbol olahraga, terutama sepakbola, membantu mempromosikan sentimen dan identitas politik nasional dalam event-event besar, seperti Piala Dunia atau Piala Eropa. Sampai taraf tertentu, sepakbola akan selalu dijadikan sebagai medium untuk mengekspresikan sentimen dan identitas politik nasional.

Dalam Sejarah sepakbola modern  banyak sekali contoh yang bisa membenarkan argument ini, bagaimana sepakbola digunakan sebagai medium mengekspresikan perlawanan terhadap pihak yang dianggap dominan banyak sekali muncul pada awal-awal pertumbuhan sepakbola modern.
Inggris, yang mengklaim sebagai penemu sepakbola modern (Piala Eropa 1996 di Inggris bahkan diberi tajuk “Football Comes Home”), menjadi sasaran utama perlawanan. Pengertian “sepakbola modern” di situ mengacu pada sepakbola yang telah dilengkapi sejumlah aturan main, dari mulai soal wasit, kostum hingga jumlah pemain yang berjumlah sebelas.

Tidak mengherankan jika hingga awal-awal abad 20, klub-klub yang berada di luar Inggris, seperti di Belanda, Swiss, Argentina dan negara yang bukan berbahasa Inggris, masih menggunakan term-term seperti Sporting Club, Footlball Club dan Racing Club di depan nama klub mereka. Bahkan nama-nama klub pun kerap kali diambil dari term bahasa Inggris: misalnya River Plate di Argentina, Go Ahead di Belanda, The Strongest di Bolivia, dll.

Nasionalisasi istilah-istilah sepakbola di mulai menjelang Perang Dunia I. Pada 1908, asosiasi sepakbola Italia meng-Italia-kan istilah “Football” ke dalam kosa kata Italia, “Calcio”. Kroasia menggantinya menjadi “Nogomet” dan Hungaria menggantinya dengan “Labradors”. Negara yang kesulitan menasionalisasi kata “football” memilih menasionalisasi fonetiknya. Portugal yang mengganti kata “football” dengan “futebol”, Spanyol dengan “Futbol” atau Jerman dengan “Fussbal”.

Nasionalisasi istilah-istilah sepakbola ke dalam bahasa nasional merupakan bagian penting dari gerakan nasionalisme yang mencoba memposisikan kembali identitas nasionalnya di hadapan kekuatan-kekuatan asing, terlebih jika kekuatan asing itu dianggap sebagai kolonialis. Inggris adalah kekuatan kolonial terbesar, yang saking luasnya koloni Inggris sampai-sampai –pinjam istilahnya Ben Anderson—Inggris dijuluki sebagai ‘”negeri yang mataharinya tak pernah tenggelam”.

Bagi orang-orang Catalan, Madrid adalah representasi paling ideal dari apa yang dsebut “pusat yang menindas” dan Barca diasosiasikan sebagai “pinggir yang dilupakan”. Maka, pinjam sitirannya Montalban, Barca adalah bendera dari hasrat alam bawah sadar orang-orang Catalan yang tak pernah sepenuhnya membuang impian menjadi sebuah bangsa yang merdeka.Dan Nou Camp, markas Barca, adalah kuil tempat di mana hasrat kemerdekaan yang mengendap itu dirayakan dengan hebat. 

Tak ada yang salah dengan upaya membangkitkan sentimen dan ekspresi identitas nasional dalam sepakbola, sepanjang ia tak tampil dalam bentuknya yang ganas dan rasialis. Di sini, istilah “90-minutes heroes” menunjukkan satu hal yang bisa jadi merupakan berkah: betapa pun patriotiknya para pemain yang berlaga selama 90 menit, toh itu hanya berlangsung 90 menit. Begitu pluit tanda berakhirnya pertandingan ditiup, selesai pula patriotisme yang kadang –dalam banyak fragmen sejarah—kerap bersimbah darah. Pada akhirnya, pemain-pemain yang berseteru akan bersalaman dan menggelar ritual yang sebenarnya terasa jorok: bertukar kostum yang sudah penuh keringat dan bau ketiak.

Belakangan FIFA makin tegas menjauhkan sepakbola dengan politik. Ketegasan itu tercermin dalam beleid yang melarang pemerintah sebuah negara turut campur dalam segala urusan federasi sepakbola di negaranya masing-masing. Sudah banyak contoh di mana federasi sepakbola sebuah negara diskorsing karena terlampau diintervensi rezim setempat.
Ini bisa dibaca sebagai upaya FIFA merealisasikan kata-kata pendirinya sendiri, Jules Rimet, yang satu waktu pernah bermimpi menjadikan FIFA sebagai “a sort of mini League of Nations (PBB)”. Sebagian, visi Rimet itu sudah terealisir, setidaknya hari ini jumlah anggota FIFA jauh lebih banyak daripada angota PBB.
 

aryudiwai mind Copyright © 2009 Blue Glide is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Journal