rel='shortcut icon'/> aryudiwai mind: PHILOSOPHY OF HARAJUKU

Januari 06, 2011

PHILOSOPHY OF HARAJUKU

Posted by aryudiwai at 03.35
Tiba2 saja saya  tertarik dengan dunia fashion. Dunia yang tidak pernah terpikir untuk menjadi minatku. Mungkin tidak penting ya untuk membahas kapan saya mulai tertarik? Sebaiknya saya utarakan alasan ketertarikan saya pada dunia yang tak mengenal batas usia ini.
Saya coba memandang kesempurnaan itu dari sudut yang lain. Ada yang bilang kalau kecantikan seseorang terlihat dari pakaian yang ia kenakan. Pernyataan ini rasanya dapat menimbulkan ambigu. Pertama, dapat diartikan kalau kita harus berpakaian serba wah agar terlihat oke atau kinclong dimata orang lain. Kedua, kalau kita memakai pakaian yang tepat, baik itu bergaya sederhana, mewah, nyentrik ataupun unik, pasti kita akan terlihat oke dimata orang lain. Saya rasa pilihan kedua ini lebih masuk akal dan lebih dapat diterima oleh semua kalangan.
Pernyataan kedua itu saya melihatnya pada Japanese Fashion Street yang diberi nama Harajuku. Ya, mereka tidak mengenal aturan dalam berbusana, atau bahkan cenderung “anti-fashion”. Fashion yang selama ini dikenal memang dipegang oleh dunia barat. Milan, New York, dan Paris merupakan tempat-tempat yang melahirkan merk-merk ternama yang mendunia. Sebut saja Prada, Chanel, Dolce & Gabbana, Louis Vuitton dan lain-lain. Fashion yang mereka tawarkan identik dengan keserasian dan kemewahan. Bahkan ada yang berkata, “Tidak peduli betapa tidak nyaman dan tersiksanya Anda dalam berpakaian, asalkan orang lain melihat Anda menawan, maka itulah yang terbaik”....hmm do u agree ?
Saya tidak mungkin hidup dalam filosofi seperti itu. Karena hal ini juga lah, banyak orang, terutama kaum hawa, yang sibuk mengubah diri mereka menjadi (sangat) kurus agar dapat mengenakan pakaian-pakaian tersebut, sehingga bisa dibilang cantik atau modis. Akan tetapi, Harajuku menampik semua hal itu. Siapa saja berhak memakai apa saja yang ia sukai. Tidak perlu menjadi kurus (ceking) untuk menjadi seorang putri seperti dalam dongeng ala Disney. Coba tengok muda-mudi yang berkeliaran di kawasan Harajuku. Banyak pria atau wanita berbadan subur yang berpakaian bak pengeran dari Eropa atau putri Cinderella. Mereka melenggak lenggok dengan PD-nya. Mereka menepis anggapan bahwa pangeran haruslah gagah dan putri haruslah anggun dan cantik. Dikala mereka merasa nyaman, maka itulah pakaian yang pantas buat mereka.
Dari sini saya  tertarik untuk mempelajari lebih jauh komunitas  Harajuku yang mulai diperkenalkan sejak tahun 1980-an dan kemudian mengalami fase perubahan sejak 1990-an. Harajuku diciptakan oleh kalangan anak-anak muda yang punya hobi nongkrong. Mereka yang ingin memberontak dari budaya dan tata krama Jepang mencoba mengekspresikan diri melalui gaya berbusana sehari-hari. Disamping itu, aturan sekolah yang ketat dan mengharuskan murid-muridnya berpakaian yang rapi membuat mereka mengekspresikan perasaan mereka dengan berdandan sesukanya dan kemudian berkumpul di kawasan Harajuku, Shibuya.
Gaya Harajuku sebenarnya tidak mempunyai aturan, karena mereka cenderung melawan aturan berbusana yang ada. Warna dan jenis pakaian apapun menjadi sah untuk dipadukan walaupun terlihat tidak lazim di mata orang lain. Berbagai gaya Harajuku ini, walaupun tidak beraturan, terbagi menjadi kelompok-kelompok tersendiri, antara lain gaya Lolita, Kogal, Wamono, Ouji atau Kodona, dan lain-lain.
Saya tidak akan membahas lebih detil mengenai gaya-gaya tersebut, melainkan akan menekankan pada ideologi atau cara pikir orang Jepang sehingga mereka bisa maju seperti sekarang, terutama ide cara berdandan ala Harajuku ini.
Mungkin gaya Harajuku ini tampak konyol atau malah dianggap norak oleh sebagian (besar) orang. Tapi jangan salah, karena gaya inilah fashion Jepang menjadi maju pesat dan bahkan menjadikan Tokyo sebagai salah satu pusat mode dunia berdampingan dengan Milan, Paris, dan New York. Artis bule sekelas Gwen Stefani pun menyatakan diri sebagai Harajuku Lover dengan mengusung gaya Lolita.
Kreativitas muda-mudi Jepang ini tidak lepas dari budayanya yang memang kuat. Cinta produk dalam negeri adalah salah satu mental yang mereka miliki. Kalau dipandang dari segi ekonomi, gaya Harajuku ini mampu meningkatkan ekonomi kreatif masyarakatnya, seperti yang tengah digembar-gemborkan pemerintah kita. Bagaimana tidak? Selain mengurangi pemakaian produk luar, gaya Harajuku ini menuntut para pemakai dan penjualnya untuk terus berkreasi. Mereka berlomba-lomba mendesain pakaian mereka sendiri, ditambah dengan pernak-pernik unik yang tidak dapat disediakan oleh merek-merek ternama.
Secara tidak sengaja, saya menemukan situs yang berisi foto-foto masyarakat Jepang yang melintas di bebagai kawasan sentral di Tokyo, seperti Harajuku, Ginza, dan Shibuya. Situs ini menampilkan berbagai gaya berbusana yang mereka kenakan sehari-hari. Dikatakan bahwa ada sekitar 30 orang baru berbeda dengan gaya yang berbeda pula yang melintas di kawasan tersebut setiap minggunya. salut kreativitas masyarakat Jepang memang luar biasa. Tidak perlu memikirkan gengsi untuk berbusana, apa yang kita rasa cocok dan nyaman, maka itulah yang kita pakai....just cross my mind, gimana kalo kita bikin BATIKJUKU.....
Lupakan barang bermerk! Itulah slogan yang diusung oleh masyarakat Jepang, terutama komunitas Harajuku. Kalau kita merasa cocok memadukan kemeja bergaris dengan celana kotak-kotak, maka silahkan pakai. Tak perlu mematok standar keserasian cara berbusana yang telah ada. Apalagi Indonesia memiliki kebudayaan yang amat beragam. Kita bisa memadukan berbagai pakaian tradisional dengan gaya yang modern, seperti yang dilakukan oleh para harajuku-ers itu. Selain melestarikan kebudayaan, kita juga bisa tetap tampil modis dengan ciri khas kita sendiri....good thinking, i like it...
Selain meningkatkan ekonomi kreatif, budaya Jepang yang demikian dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. Semahal apapun produk dalam negeri, maka uangnya akan mengalir kembali ke negara sendiri. Sebaliknya semurah apapun produk luar negeri, maka uangnya akan mengalir ke negara orang. Tak heran Jepang menjadi negara yang sangat maju. Hal ini tidak lain karena mental masyarakatnya yang luar biasa dan tidak melulu mengandalkan campur tangan pemerintah untuk dapat bergerak maju....WOW.... saya jadi terobsesi ama filosofi ini....GO HARAJUKU GO

 

aryudiwai mind Copyright © 2009 Blue Glide is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Journal