rel='shortcut icon'/> aryudiwai mind: Fenomena Membela teroris

September 26, 2010

Fenomena Membela teroris

Posted by aryudiwai at 21.50
Blogger TemplatesSaya mau sharing tentang fenomena masyarakat kita dimana para wartawan, aktivis, dan kaum terpelajar yang secara gencar dan menjengkelkan membela para teroris. Sebagian mereka tampaknya tak menyadari apa yang sedang mereka lakukan, sebagian lainnya hanya demi bergenit-genit saja, dan sebagian lainnya, tampak jelas mendukung ideologi serupa dengan para teroris hanya saja dengan sedikit kemasan yang diilmiah-ilmiahkan.
Tentu saja, setiap upaya mempertanyakan prosedur hukum haruslah dihargai dan dijunjung tinggi. Adalah sebuah truisme belaka bahwa polisi bukanlah sebuah profesi yang rentan dari kesalahan. Tugas wartawan adalah mempertanyakan prosedur-prosedur yang dilakukan polisi, termasuk dalam menangani persoalan terorisme. Saya justru merasa senang bahwa pers kita kini sangat kritis dan tak takut lagi dalam menyorot kinerja aparat kepolisian.
Namun, sikap kritis tentu ada batasnya. Pencarian kebenaran haruslah bermuara pada penemuan, bukannya pada pencarian itu sendiri. Premis-premis dalam logika dibangun untuk mengantarkan kita kepada kesimpulan, bukannya pada penciptaan satu premis baru yang ad infinitum. Dalam dunia khayal, Anda mungkin bisa melakukan itu, tapi dalam dunia nyata yang menyangkut nyawa orang banyak, kecuali jika Anda sakit jiwa atau berhati teroris Anda mau melakukannya.
Bersikap tegas kepada para teroris memang bukan hal yang mudah, terutama jika Anda punya kesamaan visi dengan para pelaku teroris itu, misalnya dalam meyakini adanya teori konspirasi, kebrutalan dan kesewenang-wenangan Amerika. Hanya jika Anda punya pikiran yang benar-benar jernih Anda bisa membedakan mana yang benar dan mana yang keliru.
Perang terhadap terorisme memang bukanlah sesuatu yang mudah sekarang ini, karena yang kita hadapi bukan hanya para pelaku teroris, tapi juga para simpatisannya yang jumlahnya berkali lipat. Aparat polisi bisa menangkap pelaku teror tapi tentu saja harus menahan diri dan kejengkelan dari para pembela teroris yang muncul dalam beragam ekspresi.
Polisi misalnya harus menahan diri dan kejengkelannya terhadap Abu Bakar Baasyir, yang terang-terangan membela para teroris dengan menyebut mereka sebagai “counter-teroris,” maksudnya adalah bahwa mereka melakukan teror demi mencegah teror yang lebih besar. Yang dia maksud dengan “teror yang lebih besar” adalah teror yang dilakukan Amerika Serikat.
Para polisi juga harus menahan diri sambil mengurut dada terhadap para wartawan yang menyebut dirinya “jurnalis investigatif” yang menuhankan dan menyembah data. Tentu saja, sebutan “jurnalis investigatif” ini dimaksudkan untuk memanipulasi kesimpulan-kesimpulan yang sudah dibuat polisi. Tak perlu dikatakan bahwa ada banyak wartawan yang jujur dan berpikiran jernih, walau ada sebagian kecil dari mereka yang sayangnya bekerja di bawah standar kualitas.
Sebagian retorika para pendukung teroris itu memang memikat, karena dia menyentuh sisi-sisi emosional terdalam kaum Muslim. Siapa yang tak tertawan dengan retorika bahwa Amerika adalah teroris besar karena kelakuannya di Timur Tengah dan dunia Islam lainnya? Dengan terus mempersalahkan Amerika, para pembela teroris itu merasa absah mendukung teror dan kekerasan, meski korban dan kerugian terbesar dirasakan oleh bangsa sendiri.
Tak ada orang yang menyangkal bahwa faktor Amerika memainkan peran yang sangat besar bagi sulitnya menumpas gerakan terorisme yang melanda dunia Islam. Kebrutalan dan kesewenang-wenangan Amerika juga sangat menyulitkan kaum moderat Muslim dan siapa saja yang ingin berjuang menumpas terorisme. Banyak orang menahan diri untuk mengecam teroris karena mereka takut dibilang “antek Amerika” atau “antek zionis.”
Sementara itu, para “penulis investigatif” yang umumnya duduk manis di ruang ber-AC ikut-ikutan membela para teroris yang umumnya hidup sulit dan kepanasan di luar sana. Saya tidak terlalu yakin bahwa mereka mengenal pasti dengan obyek yang sedang ditulisnya. Kesan saya, mereka sepertinya sedang meng-entertain ego dan libido intelektual saja, jika bukan benar-benar ada habitus teror dalam dirinya.
Perang terhadap teror memang bukanlah tugas polisi semata. Ia merupakan tugas kita semua, baik masyarakat agama, hukum, pers, akademis, maupun lainnya. Yang diperlukan adalah kejernihan berpikir, keseriusan, dan rasa tanggungjawab yang besar terhadap persoalan. Tugas polisi adalah menangkap pelaku teror, sementara tugas kita adalah menyadarkan betapa terorisme dan kekerasan atas nama agama dengan dalih apapun merupakan tindakan yang tidak bisa dibenarkan.
Tanpa perlu dikatakan, the benefit of doubt harus terus dipakai, tujuannya adalah mencari kebenaran sepanjang ia sesuai dengan aturan-aturan hukum formal, bukan sepanjang khayalan-khayalan liar yang tak bertanggung jawab. Pers menjadi ujung tombak bagi kebebasan, karena dari sanalah kebenaran disiarkan. Tapi pers bisa menjadi senjata yang mematikan jika para pengelolanya tak mengerti potret besar dari persoalan yang berlaku.
Blogger Templates
 

aryudiwai mind Copyright © 2009 Blue Glide is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Journal